BAGAIMANA PEMAHAMAN KONSULTAN PAJAK DI BALI ATAU KONSULTAN PAJAK DI DENPASAR TERHADAP TATA LETAK HUKUM PAJAK DAN PENGADILAN PAJAK

BAGAIMANA PEMAHAMAN KONSULTAN PAJAK DI BALI ATAU KONSULTAN PAJAK DI DENPASAR TERHADAP TATA LETAK HUKUM PAJAK DAN PENGADILAN PAJAK

 

 

Oleh :   Adv. Ida Bagus Made Utama, S.E.,S.H.,M.H, BKP.,CPCLE

             Konsultan Pajak di Bali

 

Konsultan Pajak di Bali maupun Konsultan Pajak di Denpasar khusunya, sedikit tidaknya harus memahami tata letak hukum pajak dan pengadilan pajak secara baik. Kedudukan dan hubungan pajak dalam tatanan hukum nasional dijelaskan bahwa hukum dibagi menjadi 2 (dua) yaitu hukum perdata dan hukum publik.

Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antara orang pribadi yang satu dengan yang lainnya. Sedangkan hukum public adalah hukum yang mengatur hubungan antara penguasa dan rakyatnya. Yang termasuk hukum publik adalah hukum tata negara, hukum administrasi (tata usaha), hukum pajak, dan hukum pidana ( menurut R. Santoso Brotodiharjo.)

Namun demikian tidak berarti hukum pajak dapat berdiri sendiri terlepas dari hukum lainnya seperti hukum pidana dan hukum perdata. Maka dari itu kami sebagai salah satu Konsultan Pajak di Bali maupun Konsultan pajak di Denpasar akan mencoba menyajikan hubungan hukum pajak dengan hukum pidana dan hukum perdata.

  • Hukum Pajak yang merupakan bagian dari hukum public, khususnya termasuk lingkungan Hukum Administrasi negara. Hukum administrasi adalah hukum yang mengatur mengenai pemerintah beserta aparaturnya yang terpenting yakti Administrasi Negara.
  • Hubungan Hukum Pajak dengan hukum Perdata

Hukum Perdata adalah bagian dari keseluruhan hukum yang mengatur hubungan antara orang-orang pribadi dengan hukum pajak termasuk lumayan banyak keterkaitannya. Hal ini karena dalam hubungannya hukum pajak banyak juga mencari dasar kemungkinan pemungutannya atas kejadian-kejadian dalam perbuatan hukum yang bergerak dalam bidang perdata, seperti : pendapatan, biaya, kekayaan, Kewajiban (Utang), perjanjian penyerahan, pemindahan hak karena warisan dan sebagainya. Begitu juga sebaliknya pengaruh hukum pajak terhadap hukum perdata besar pula sebagai akibat dari ketentuan bahwa Lex specialis derogat legi generali adalah asas penafsiran hukum  yang menyatakan bahwa tentang suatu kejadian pertama-tama akan didahulukan peraturan khusus, kemudian baru melihat peraturan umum atau hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis). Nah disini lah Konsultan pajak di Bali atau Konsultan Pajak di Denpasar harus memahami yang mana katagori hukum yang bersifat umum dan yang mana hukum yang bersifat khusus.

  • Hubungan hukum Pajak dan hukum pidana

Hukum pidana yang telah kita ketahui bahwa merupakan bagian dari hukum public adalah hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan warga negaranya. Hukum pidana terbagi menjadi dua bagian yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materiil mengatur tentang penentuan tindak pidana, pelaku tindak pidana dan pidana (sanksi). Di Indonesia, pengaturan  hukum pidana materiil diatur dalam kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Sedangkan Hukum pidana formil mengatur tentang pelaksanaan  hukum pidana materiil. Di Indonesia, pengaturan hukum pidana formil telah di sahkan dengan UU nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana (KUHAP). Yang berkaitan  dengan masalah tindak pidana, contoh : yang tertera dalam pasal 39 ayat 3 Undang-undang No. 28 tahun 2007 perubahan terakhir UU nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan serta UU  : “ Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan. (telah di ubah terakhir dengan Undang-undang Cipta Kerja tahun 2020).

Atau dengan contoh lain seperti yang tertuang dalam pasal 23 Undang-undang Nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa yaitu dalam ayat 1 : “Penanggung pajak dilarang : Memindahkan hak, memindahtangankan, menyewakan, meminjamkan, menyembunyikan, menghilangkan, atau merusak barang yang telah disita. Apabila penanggung pajak yang melanggar ketenyuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp. 12.000.000,00 (duabelas juta rupiah). Kami rasa para Konsultan Pajak di Bali atau Konsultan pajak di Denpasar sudah barang tentu semestinya sudah mengetahui hal tersebut.

 

KEDUDUKAN PENGADILAN PAJAK

Bagaimana Kedudukan Pengadilan pajak yang dapat di pahami oleh Konsultan pajak di Bali atau Konsultan Pajak di Denpasar. Sesuai yang tertuang dalam pasal 2 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak disebutkan bahwa, “Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak”.

Dengan Undang-undang ini dibentuk Pengadilan Pajak yang berkedudukan di ibukota Negara, Sidang Pengadilan Pajak dilakukan di tempat kedudukannya dan apabila dipandang perlu dapat dilakukan di tempat lain yang ditetapkan oleh Ketua.

Kekuasaan kehakiman dalam ketentuan diatas menegaskan bahwa Pengadilan Pajak sebagai badan peradilan melaksanakan fungsi dan wewenangnya guna menegakkan hukum dan keadilan sebagaimana disebutkan dalam pasal 24 ayat (1) UUD 1945, dan juga untuk menegaskan bahwa pegadilan pajak merupakan badan peradilan administrasi murni dimana lembaga ini independen, bukan merupakan bagian dari salah satu pihak yang bersengketa. Dengan demikian pengadilan pajak menurut Pasal 2 UU no 14 tahun 2002 diatas berkedudukan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman khususnya dibidang perpajakan.

Secara normatif pengadilan pajak sebagai pelaku kekuasaan kehakiman berada dalam salah satu lingkungan peradilan yang telah ada, sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (2) UUD 1945,  Jo. Pasal 10 UU nomor 4 tahun 20004. Apabila ditinjau dari karakteristik dan substansi sengketa yang diselesaikan oleh pengadilan pajak yang mengandung unsur publik, maka lebih tepat jika pengadilan pajak ditempatkan sebagai bagian khusus dalam lingkungan peradilan tata usaha negara.

Sebagai Konsultan pajak di Bali atau Konsultan Pajak di Denpasar memperhatikan dalam UU no 14 tahun 2002, baik dalam pasal-pasal maupun penjelasannya, tidak ditemukan ketentuan yang mewajibkan atau menyatakan secara jelas keberadaan pengadilan pajak dalam lingkungan peradilan, sedangkan pasal 5 UU no. 14 tahun 2002 hanya menyebutkan tentang pembinaan teknis peradilan dalam pengadilan pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung, sedangkan pembinaan organisasi, administrasi, dan finansialnya dilakukan oleh departemen keuangan.

Kecendrungan pengadilan pajak berada dalam lingkungan peradilan tata usaha negara, adalah karena sifat perselisihan (sengketa) dalan sifat para pihaknya dilihat dari subjek sengketa, keduanya (pengadilan pajak dan peradilan tata usaha negara) mempertemukan unsur pemerintah dan unsur rakyat sebagai perorangan, dimana posisi pemerintah sebagai tergugat/terbanding/termohon yang keputusannya dipersoalkan. Dan dilihat dari objek sengketa, keduanya mempersalahkan tentang keputusan kongkrit (ketetapan/beschikking) dari lembaga pemerintah yang ditujukan kepada individu, dimana ketetapan tersebut dianggap merugikan rakyat sebagai perorangan.

Kedudukan pengadilan pajak sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman tidak dibarengi dengan keberadaan atau eksistensi pengadilan pajak itu sendiri. Hal ini karena keberlakuan pengadilan pajak tidak murni berdasar kepada UU no. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Akan tetapi masih mengacu pada UU no. 16 tahun 2000 tentang ketentuan Umum dan tata cara perpajakan sebagai mana telah diubah dengan UU no. 28 tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan (telah di ubah terakhir dengan Undang-undang Cipta Kerja tahun 2020).

Dengan demikian berdasarkan penjelasan diatas maka sebagai Konsultan pajak di Bali atau Konsultan pajak di Denpasar dapat dilihat dari kedudukannya, pengadilan pajak merupakan badan peradilan khusus dilingkungan peradilan tata usaha negara, namun demikian tidak murni sebagai badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman, karena terdapat tugas-tugas eksekutif yang dilaksanakan oleh pengadilan pajak.

 

Penulis adalah Konsultan Pajak di Bali Terdaftar di Direktorat Jendral Pajak, Managing Partner di IBU Consulting Denpasar dan Lawyer di World Prime Law Firm serta pengajar di beberapa Universitas di Bali